Sahabat, yang paling melelahkan adalah berjalan tanpa tau arah, mendaki tanpa kenal akhir tanjakan... Yang kita tau hanya terus berjalan. Berjalan dengan bekal satu keyakinan: “Ada puncak terindah menanti”.
Anehnya, jika puncak itu indah, kenapa ada orang yang memutuskan berhenti di tengah pendakiannya?...
Mungkin Ia gagal mengontrol emosi. Dalam berbagai keadaan, emosi bisa berbentuk amarah, lelah, putus asa, dan merasa tidak berdaya.Seorang pendaki harus berbekal kemampuan pengendalian emosi yang cukup kuat. Kalau tidak, seberapa ringan pun tanjakan, ia akan cepat menyerah. Ini tidak mudah. Saya merasakan bagaimana mengendalikan emosi diri sendiri. Lelah dan putus asa rasanya sudah jadi bagian tak terbantahkan dari proses pendakian.
Tentu emosi bukan satu-satunya penyebab. Mungkin saja ia tak siap karena fisiknya terlalu lelah. Otot kaki sudah terlalu lelah untuk sekedar menopang tubuh. Lalu ia kehilangan motivasi.
Atau bisa jadi, Ia tak nyaman dengan perjalanan. Tak punya teman pendamping yang idealnya memotivasi, menemani, menguatkan. Ia mungkin kehilangan semua itu.
Ada juga kemungkinan Ia kehilangan ketiganya. Tapi itu semua tergantung dengan niat kita dari awal.
Tantangan?
Tak kunjung menemukan puncak?
Lelah lalu ingin menyerah tanpa syarat?
Saya yakin kita sedang atau pernah mengalaminya.
Tentu saja setiap orang punya puncaknya masing-masing. “Puncak” itu berwujud cita-cita, harapan, dan tujuan hidup. Untuk mencapai puncak ada tanjakan yang harus kita lalui. Dalam kehidupan sehari-hari, tanjakan itu berwujud tantangan, kesulitan, kegagalan. Bahkan tak jarang mengejewantahkan diri lebih kejam seperti penghianatan dan rasa kesepian.
Namun kesulitan yang dilalui tanpa makna, tanpa keasyikan dan tanpa kesadaran hanya akan berujung pada kesia-siaan, penyesalan dan kepedihan.
Di balik setiap kelelahan mencapai puncak, kita sadar bahwa itu bukanlah tujuan utama. Setiap pendaki harus sadar, tujuan utama adalah kembali ‘pulang’ dengan selamat.
Konsep tersebut bagi saya berlaku juga untuk kehidupan karir seseorang. Tujuan utama bukan menjadi Bos, manajer, dan apalah itu namanya. Melainkan bagaimana kita “pulang” dengan selamat di akhirat kelak.
Pemahaman seperti ini akhirnya akan membawa efek positif. Tidak ada istilah menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan. Karena pendaki sejati tidak menginginkan puncak tanpa ‘pulang’ dengan selamat.
Let it go!
No comments:
Post a Comment